pemeriksaan kimia urine


 Pemeriksaan Kimia Urine
a. Pemeriksaan glukosa
Normal : 1 -25 mg/ dL
Pada keadaan normal tidak ditemukan glukosa disalam urine. Karena molekul glukosa besar dan ginjal akan menyerap kembali hasil filtrasi dari glumerulus.
Glukosuria yaitu, adanya ditemukan glukosa didalam urine yang melebihi kadar normalny / ekresi glukosa kedalam urine.
Penyebab Glukosuria adalah
  
Tanpa hiperglikemia

Terjadi pada :
  • Glukosa renal
Yaitu,  glukosa dibuang ke air kemih  meskipun kadar glukosa didalam darah normal.
Hal ini terjadi karena adanya kelainan fungsi di tubuluss renalis.
  • Alkalimentasi
  • Kehamilan

Dengan hiperglikemia

Terjadi pada :

  • Diabetes melitus
    Karen akadar glukkosa didalam darah meningkat, karena kekurangan insulin. Sehingga nefron diginjal tidak bisa menyerap kembali kelebihan glukosa karena melewati nilai ambang ginjal (ambang glikosa di ginjal : > 170 mg/dL). Makanya kelebihan glukosa dibuang ke urine.
  • Hipertiroid
  • Tekanan udara cranial
  • Sesudah anestesi dengan eter
Hiperglikemia = suatu keadaan dimana kadar glukosa didarah meningkat dari normal (N : 60 -120 g/dL) .
Hipoglikemia =n suatu keadaan dimana kadar glukosa didarah rendah dari normah.
Pada hipoglikemia disebabkan oleh :
  • Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
  • Dosis insulin/ obat lain yang terlalu tinggi
  • Kelainan padakelenjer hipofise/ kelenjer adrenal
  • Kelainan pada penyimpanan karbohidrat/ pembentukan glukosa dihati

Mekanisme terjadinya glukosuria:
  1. Apabila GFR meningkat, reabsorbsi normal.
  2. Apabila reabsorbsi meningkat, GFR normal.
  3. Jika kadar gula darah normal, GFR menurun.
Pemeriksaan glukosa urine dilaboratorium :
Ada dua cara yaitu :
­   1. Berdasarkan reduksi ion Cu.
Prinsip : dalam suasan alkali kuat panas gula- gula (reduktor) dalam urine akan mereduksi ion cupri (Cu++) menjadi cupro (Cu+), bisa dalam bentuk CuOH (kuning ) atau Cu2O (merah) tergantung jumlah reduktor dalam urine.

­   2. Berdasarkan enzimatik (carik –celup)
Prinsip : glukosa dan O2 dengan bantuan enzim glukosa oksidase dirubah menjadi gluconic acid dan H2O2, H2O2 dengan adanya peroksidase sdirubah menjadi H2O dan On. On akan mengoksidasi indikator warna pada kertas tes. Intensitas warna yang timbul sesuai dengan konsentrasi glukosa dalam sampel.

Pemeriksaan kualitatif
Untuk melihat ada / tidaknya glukosa didalam sampel urine.

Metoda yang digunakan:
  • ­   Tes enzimatik (Carik celup)
  • ­   Metode fehling (reduksi ion Cu)
Metode fehling
Reagen :
Fehling I
CuSO4 5H2O 34,639 g , dilarutkan dalam 300 mL aquadess, dipanaskan perlahan-lahan, dan diencerkan dengan aquades  menjadi 500 mL.
Fehling II
Natrium Kalium Tartat           173 g
KOH                                      100 g
Aquadess                                500 mL
Cara kerja :
Reagen fehling I 1 mL + reagen fehling II 1 mL + urine 0,5 mL dipanasskan sampai mendidih selama 3-5 menit, amati.
  • Bila warna tetap biru hasil pemeriksaan negatif.
  • Bila warna kuning atau merah bata hasil positif.

Keuntungan metoda Fehling: sangant sensitif
Kerugian metoda Fehling : kurang spesifik, karena reagen fehling mengnadung basa kuat (KOH) akibatnya semua reduktor terdeteksi sebagai glukosa.

Pemeriksaan semi kuantitatif
Untuk memprediksi kadar glukosa yang terkandung didalam sampel urine.
Metoda :
  • ­   Tes enzimatik
  • ­   Reduksi ion Cu ( metoda benedict, metoda clinistes)
Metoda benedict

Reagen:
CuSO4 5H2O 17,3 g dilarutkan didalam 100 mL aquades (bila perlu panaskan sampai larut)
Natrium sitrat 173 g dan natrium karbonat anhidrat 100 g dilarutkan dalam 600 mL aquades (panaskan bila perlu, dan saring)
Campurkan larutan sitrat karbonat dengan larutan CuSO4 tersebut perlahan =lahan dengan pengadukan yang konstan, bilas larutan CuSO4 dengan aquades.
Tambahkan aquades hingga volume 1000 mL.

Cara kerja:
5 mL reagen benedict ditambah 0,5 mL urine,panaskan hingga mendidih selama 2 -3 menit, baca hasilnya dalam keadaan panas.

Pembacaan hasil :
Tetap biru tak ada endapan         : negatif ( 0 – 0,1 g/dL )
Hijau dengan endapan kuning    : +  ( 0,5 -1,0 g/dL )
Kuning                                        : ++  ( 1,0 -1,5 g/dL)
Orange                                        : +++ ( 1,5 _ 2,5 g/dL )
Merah bata                                  : ++++ ( 2,5 – 4 g/dL )

Keuntungan metode benedict : lebih spesifik dan semikuantitati
Kerugian metoda benedict : kurang sensitif karena menggunakan basa lemah.
 Metoda clinistes

Reagen :;
Tablet clinictes siap pakai yang berisi kombinasi cuSO4 , asam sitrat, Na2CO3 anhidrat, NaOH.

Cara kerja :
Satu tablet clinictes dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 tete urine. Tungggu 15 detik sampai gelembung udara yang terjadi habis. Lihat hasilnya sambil dikock perlahan-lahan. Bandingkan warna yang terjadi dengan warna standar.

Berdasarkan reaksi enzimatik
Cara kerja :
Celupkan strip test kedalam urine selama satu detik. Stik dikeluarkan dari urine. Baca hasilnya dengan membandingkan sampel terhadap standar yang ada di tabung strip test dalam waktu < 60 detik.
Pembacaan hasil positifbila terjadi perubahan warna dari warna dasar, peniaian sesuai dengan warna sstandar.

b. Pemeriksaan protein urine 

Normal : 10 mg/dL
Protein berfungsi untu pertumbuhan.  Protein terdiri dari :
§  Albumin : untuk mengatur cairan koloid osmotik didalam tubuh.
§  Globulin : untuk imunoglobulin / anti bodi tubuh / pertahanan.
Proteinuria adalah adanya protein yang ditemukan didalam urine yang melebihi kadar normalnya . Proteinuria disebut juga dengan albuminuria.
Proteinuria :
Ringan  : 0,5 g/L per 24  jam
Sedang : 0,5 – 3 g /L per  24 jam
 Berat : > 3 g /L per  24 jam
Proteinuria disebabkan oleh:
  1. ­   Fisiologis
  2. ­   Patologis

Proteinuria fisiologis
Ditemukan protein dalam urine tetapi kelainan yang terjadi tidak menandakan adanya indikasi penyakit. Normalnya tidak boleh sampai + 1.

Proteinuria fisiologis dapat ditemukan pada :
  1. Wanita hamil  (karena pada ssaat hamil assupan gizi bertambah/meningkat, termasuk protein dan dalam darah kadar protein meningkat sehingga ginjal tidak dapat menyaring kelebihan karena melewati ambang ginjal.)
  2. Demam
  3. Hipertensi
  4. Stres
  5. Kerja berat
  6. Bayi yang baru lahir (usia 1 minggu)
  7. Berdiri yang terlalu lama
  8. Kedinginan  ( karena adanya penekanan vena renali diginjal. )
Proteinuria patologis
Ditemukan protein diddalam urine yang menandakan adanya indikasi penyakit.

Proteinuria patologis dapat ditemukan pada:
  • Pre renal
    Yaitu, proteinuria yang disebabkan oleh kerusakan organ –organ sebelum ginjal misalnya hati.
    Ditemukan pada penyakit:
1.      Sirosis hepatic
2.      ­ Meningnitis
3.      ­ Ascites
4.      ­ Febris 
  •  Renal
    Yaitu, proteinuria yang disebabkan oleh kerusakan organ ginjal.
    Ditemukan pada penyakit :
1.      ­  GNA ( Glomerulo Nefritis Akut )
2.      ­  GNK ( Glomerulo Nefritis Kronis )
3.      ­  PNA ( Pyelo Nefritis Akut)
4.      ­  PNK ( Pyelo Nefritis Kronis )
  • Post renal
Yaitu, proteinuria yang disebabkan oleh kerusakan organ- organ setelah ginjal , misalnya saluran fesikaurinaria, ureter.
  1. Ditemukan pada penyakit :
  2. ­ Urethritis
  3. ­ Sistitis
Pemeriksaan protein urine

Secara kualitatif
Untuk melihat ada / tidaknya protein didalam urine.
Metode yang digunakan :
  • ­   Metoda exton
  • ­   Metoda enzimatik (carik celup)
  • ­   Tes biokimia ( uji biuret )
Metode exton
Prinsip: protein dalam suasana asam akan menggumpal ( mengendap)

Reagen :
Asam sulfosalisilat             : 50 g
Natrium sulfat kristal         : 88 g
Aquadess                           : 1000 mL

Cara kerja :
Urine disentrifuge selama5 menit 1500 rpm. Supernatan ditambah reagen sebanyak 1:1. Amati hasinya.

Jika jernih :negatif
Jika keruh : positif

Pemeriksaan semi kuantitatif
Untuk memprediksi kdar protein yang terkangdung didalam sampel urine.
Metoda yang digunakan :
  • ­   Pemenassan dengan asam asetat
  • ­   Metode bang
  • ­   Carik celup
Pemanasan dengan asam aasetat
Prinsip : protein dalam suasana asam akan menggumpal.

Reagen: asam asetat 10%

Cara kerja :
5 mL urine dipanaskan 1-2 menit ditambahkan asam asetat10% tetes demi tetes.

Tidak ada kekeruhan         : negatif (-)
Kekeruhan sedikit (tidak berbutir)      : + (10 -50 mg/dL)
Kekeruhan jelas (berbutir)             : ++ (50 -200 mg/dL)
Kekeruhan hebat (berkeping-keping)              : +++(200 -500 mg/dL)
Menggumpal                                      : ++++ (>500 mg/dL)

Metode bang
Prinsip : protein dipanaskan dengan asam akan menggumpal.

Reagen:
Natrium assetat                           : 11,8 g
Asam asetat glasial                      : 5,65 mL
Aquadess                                    : add 100 mL

Cara kerja :
5 mL urine jernih + 0,5 mL reagen bang dipanaskan 5 menit baca.
Bila keru : positif
Interprestasi sama dengan metode pemanasan assam asetat.

Metode carik celup
Prinsip : pada pH tertentu protein akan merubah zat kromogen membentuk warna. 

Cara kerja: celupkan strip kedalam urine selama 1 detik. Keluarkan dan tiriskan kelebihan urine dengan tisu atau kertas saring. Baca terjadinya perubahan warna dalam 60 detik. Bandingkan dengan warna standar pada tbung atau baca dengan alat khusus.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

gula reduksi


Gula reduksi

Gula reduksi adalah gula yang memiliki gugus aldehid (aldosa) atau keton (ketosa) bebas (Makfoeld dkk, 2002). Aldosa mudah teroksidasi menjadi asam aldonat, sedangkan ketosa hanya dapat bereaksi dalam suasana basa (Fennema, 1996). Secara umum, reaksi tersebut digunakan dalam penentuan gula secara kuantitatif. Penggunaan larutan Fehling merupakan metode pertama dalam penentuan gula secara kuantitatif. Larutan fehling merupakan larutan alkalin yang mengandung tembaga (II) yang mengoksidasi aldosa menjadi aldonat dan dalam prosesnya akan tereduksi menjadi tembaga (I), yaitu Cu2O yang berwarna merah bata dan mengendap. Maltosa dan laktosa adalah contoh gula reduksi.
Reaksi antara gugus karbonil gula pereduksi dengan gugus amino protein disebut reaksi maillard yang menghasilkan warna coklat pada bahan, yang dikehendaki atau malah menjadi pertanda penurunan mutu. Warna coklat pada penggorengan ubi jalar dan singkong, serta pencoklatan pencoklatan yang indah dari berbagai roti adalah warna yang dikehendaki (Winarno, 2002). Dengan kata lain, dalam kimia pangan gula reduksi berkontribusi membentuk warna coklat apabila berikatan dengan asam amino.
Metode luff schrool merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam penentuan kadar karbohidrat secara kimiawi. Sampel yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah tepung sorgum dan tepung beras. Sampel yang dipakai pertama-tama ditimbang sebanyak 2,5 g. Sampel yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml kemudian ditambahkan akuades 50 mluntuk melarutkan sampel. Kemudian ditambahkan 5 ml Pb-asetat 5% dandikocok. Tujuan penambahan Pb-asetat adalah sebagai larutan penjernih dan mengendapkan asam-asam organik. Kemudian ditambahkan 5ml Na phospat 5%dengan tujuan untuk mengatasi kelebihan Pb-asetat. Sampel diencerkan dengan aquades sampai tanda batas labu ukur yaitu 250 ml. Sampel dikocok dan disaring kemudian diambil filtratnya sebanyak 50 ml. Selanjutnya sampel dievaporasi sampai volume sampel setengah dari volume awal. Kemudian sampel diencerkan menjadi 100 ml dan dihasilkan larutan A.Dari larutan A, bisa ditentukan kadar gula total dan kadar gula reduksinya.Kadar gula total adalah kandungan gula keseluruhan dalam suatu bahan pangan baik monosakarida maupun oligosakarida. Sedangkan kadar gula reduksi adalahkandungan gula pereduksi dalam bahan pangan. Gula reduksi adalah gula yangdapat mereduksi zat lain. Gula pereduksi biasanya golongan monosakarida. Hal ini disebabkan oleh golongan monosakarida mengandung gugus aldehid dangugus keton yang aktif mereduksi senyawa lain.Untuk menentukan kadar gula total, larutan A diambil 50 ml dan masukkanke labu ukur. Kemudian ditambahkan 5 tetes metil orange sebagai indikator dan 20 mL HCl 4N. Penambahan HCl dimaksudkan untuk menghidrolisis karbohidrat.Polimer karbohidrat sulit untuk bereaksi sehingga dengan penambahan asam, polimer akan terpecah menjadi monomer-monomer yang akan lebih mudah untuk  bereaksi dengan senyawa lain. Hidrolisis pada sampel dapat memisahkan karbohidrat dalam sampel. Setelah ditambahkan HCl, campuran sampel dan HCldipanaskan selama 30 menit. Setelah dipanaskan, sampel dinetralkan dengan larutan NaOH 60%, sampai sampel dan campuran didalamnya netral. Larutansudah netral dengan ditandai perubahan warna menjadi kuning-orange. Dalam pengujian karbohidrat dengan metode luff schrool ini pH larutan harus diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu rendah (terlalu asam) akan menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya, karena terjadireaksi oksidasi ion iodide menjadi I2.
O2 + 4I- + 4H+ 2I2 + 2H2O
Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah dari pada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadiresiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis).
I2 + H2O HOI + I- + H +
4HOI + S2O= + H2O 2SO4= + 4I- + 6H+
Setelah dinetralkan sampel diencerkan kembali hingga volume 100 ml dan dihasilkan larutan B. Kemudian larutan B dipipet sebanyak 25 ml danditambahkan larutan luff schoorl. Larutan luff schrool akan bereaksi dengansampel yang mengandung gula pereduksi:
R - COH + CuO Cu2O + R - COOH
Seharusnya campuran tersebut ditambahkan batu didih untuk mencegah terjadinya letupan (bumping).Larutan tersebut direfluks dengan tujuan untuk menguapkan senyawa-senyawa volatil namun tidak mengurangi volume larutan. Proses refluks,diusahakan larutan mendidih dalam waktu 3 menit dan biarkan mendidih selama10 menit, hal ini dimaksudkan agar proses reduksi berjalan sempurna, dan Cu dapat tereduksi dalam waktu kurang lebih 10 menit. Agar tidak terjadi pengendapan seluruh Cu3+ yang tereduksi menjadi Cu+ sehingga tidak ada kelebihan Cu2+ yang dititrasi maka larutan harus mendidih atau diusahakan mendidih dalam waktu 3 menit. Campuran tersebut kemudian didinginkan dalamair agar pendinginan berlangsung cepat.Setelah campuran dingin kemudian ditambahkan KI 30% sebanyak 10 mLdan 25 ml H2SO4 6N perlahan-lahan. Penambahan larutan-larutan ini akan menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi CuSO4 dengan H2SO4 dan CuSO4 tersebut bereaksi dengan KI. Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya buih dan warna larutan menjadi coklat. Larutan tersebut kemudian dititrasi cepat dengan menggunakan larutan tio sulfat (Na2S2O3) 0,1 N. Titrasi cepat dilakukan untuk menghindari penguapan KI. Namun hal yang terjadi adalah setelah direfluks, larutan tidak cepat-cepat di titrasi sehingga hasil yang didapat gagal.Indikator yang dipergunakan adalah amilum 1%. Penambahan indikator amilumdilakukan setelah campuran mendekati titik akhir titrasi, hal ini dilakukan karena apabila dilakukan pada awal titrasi maka amilum dapat membungkus iod dan mengakibatkan warna titik akhir menjadi tidak terlihat tajam. Penentuan kadar gula total dan gula reduksi ini meggunakan blangko yaitu pengujian denganmetode luff schoorl namun tanpa sampel. Maka berdasarkan praktikum dan perhitungan, kadar gula total dalam sampel tepung sorgum dan tepung berasadalah 7,564% dan 7,6032%

Referensi : Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007, Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS